PAWON KEHIDUPAN Atau Risalah Kuno Tentang Pengetahuan Untuk Hidup pada Bumi Penuh Wabah

March 26, 2020 / Comments (0)

Uncategorized

MLKI.OR.ID Ternyata relief Candi Pawon, yang saya lihat setiap hari dari jendela rumah, menyingkap tentang rahasia kehidupan, dan bagaimana bertahan dari serangan Covid19. Bagaimana bisa? Coba lihatlah foto ini. Dua figur yang berdiri disamping, dengan tubuh indah proporsional, laki dan perempuan. Sehat dengan gerak gemulai, merayakan keagungan raga. Sementara ditengahnya, sebuah Pohon Kehidupan Kalpataru, dijaga oleh empat makhluk kayangan. Sepasang kinara kinari (manusia burung) dibawah pohon, dan sepasang dewa dewi melayang diatasnya. Keempatnya menjaga rahasia kehidupan dan pohon kehendak.

Tafsiran langsung terhadap ikonografi ini, adalah : Jika tubuh ingin sehat, jagalah daya hidup yang ada dalam raga, dengan merawat pohon kehidupan atau kehendak untuk hidup. Pesannya terang benderang, mudah dibaca kalangan awam.

Namun penelusuran mendalam tentang asal usul ikonografi ini, menyingkap berbagai lapis makna yang mengejutkan, yang mungkin mengantar kita pada obat kehidupan melawan wabah.

Crown Jewel Sudharma Pundarika

Salah satu Sutra yang dianggap sebagai dasar relief ini adalah Sudharma Pundarika atau The Lotus of the True Law. Sebuah Kitab himpunan sutra terpenting dalam tradisi Budha Mahayana yang telah dirangkum pada abad pertama Masehi. Kitab ini dianggap mahkota Manikam (Crown Jewel) dari segala sutra, sebagai kunci utama menyelami samudra pengetahuan Budha.

Terdiri dari 27 bagian utama, yang masing masingnya disusun dalam ratusan stanza. Koleksi yang saya peroleh adalah terjemahan bahasa Inggris dari lontar sanskerta, yang dilakukan oleh H.C. Kern, pada tahun 1884, yang diterbitkan oleh Oxford. Saya tak tahu, apakah  Hendrik Caspar KERN (1833-1917) orientalis dan ahli bahasa  yang lahir di Purworejo ini dan berkarier di Eropa,  pernah melihat Candi Pawon semasa hidupnya, karena candi ini baru tersingkap ke publik pada 1904.

Bahasa sutra ini bersifat simbolik, berlapis makna, namun pada banyak hal menyembunyikan rahasia dalam realitas yang terang benderang. Risalah kuno yang disusun pada abad pertama masehi ini, seperti membuka tekateki tentang kepanikan wabah. Asalusul, sebab akibat, proses dan apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya.

Saya tertarik dengan bagian kelima, yang terdiri atas 82 stanza. Bagian ini dirangkum dalam tajuk yang berjudul “Tentang Tumbuhan” atau dalam tafsiran lain “Pohon Kehidupan”. Rangkaian stanza inilah yang menjadi dasar, sekaligus kosmologi pembentukan relief Candi Pawon.

1.  Akulah Dharmaraga, lahir ke dunia sebagai penghancur keberadaan (kematian). Aku mengumumkan hukum kasunyatan yang berlaku untuk semua, tanpa kecuali.

2. Juga sebagai manusia bajik pengetahuan (Dhirabudhi)

penjaga kata, pengawal misteri, pengetahuan yang tak tersingkap tentang makhluk hidup.

3. Pengetahuan ini sukar difahami ; sederhana, namun jika mendengar seketika akan membingungkan; akan terjebak pada ketidak tahuan dan jalan gelap.

4. Karenanya, saya akan mengungkap pandangan ini sesuai jangkauan dan kapasitas kalian, dalam berbagai lapis makna ( anyamanyehi arthehi).

Inilah kalimat pembuka 82 stanza Pohon Kehidupan. Saya menerjemahkan bait ini berdasarkanan terjemahan dan catatan H.C. Kern 1884 yang masih menyisakan keterangan sanskritnya. Memang sedikit berbeda dengan terjemahan umum, yang telah beredar selama ini.

5. Inilah  Oh, Kasyapa, saat awan gelap naik menaungi horison yang memeluk seluruh bumi.

6. Dengan Awan-hujan yang Agung, airbesar disertai kilat dan petir yang bersahut sahutan, memanggil seluruh ciptaan.

Kata kata ini tersusun seperti kode, dengan makna berlapis. Dua bait terakhir cukup menggambarkan situasi saat ini yang dilanda pandemi. Awan gelap sedang menaungi bumi.

7-82 berisi tentang Hukum Jaring Kehidupan, digambarkan secara indah, simbolik, penuh rahasia dan kesimpulan yang mengejutkan. Mengisahkan hubungan sebab akibat di bumi yang berkenaan dengan jenis tanaman, penyakit, obat, kehidupan, kematian dan keabadian. Saya ingin menyusuri rahasia ini dikesempatan lain.

Kembali ke relief Candi Pawon, saya menemukannya pada dua bait stanza. Dipahat dengan indah oleh leluhur kita sekitar abad ke VIII.

26. Aku membabarkan Hukum Kebenaran untuk awam dan mereka yang memiliki pemahaman dan kapasitas luar biasa, yang tak terjangkau oleh kecemasan. Aku tabur pada musim hujan pemahaman.

27. Setelah mendengar pembabaran, sesuai dengan kapasitas dan derajat keberadaannya, maka segenap makhluk menempati tempatnya. Diantara para dewa, manusia, manorameshu (makhluk indah dari kayangan). Diantara Indra, Brahma, monarki dan penguasa alam.

Inilah bait yang menggambarkan ikonografi Pawon. Dipahatnya Manorameshu, manusia indah yang tersadarkan. Pohon Kehidupan yang membabarkan hukum kebenaran. Kinara kinari dan senjata Batara Indra Vajranala. Ikonografi ini menjelaskan semuanya. Inilah password katakunci untuk memahami kenyataan.

Diantara beberapa bait yang ada, saya tertarik dengan satu stanza yang membicarakan tentang obat atau herbal yang digunakan untuk menyembuhkan dari penyakit dan wabah. Dikisahkan bagaimana seorang yang terlahir buta mencari obat yang terdiri dari empat tumbuhan yang bersemi di Gunung Semeru, turun naik memanjat, dan akhirnya menemukan;

56. Ia mememetik empat tumbuhan di puncak gunung ; ramuan segala warna, rasa, cita dan lainnya. Sarvavarnarasasthanan nagal labhata oshadhim.

57. Ia menerapkannya dengan berbagai cara ;  kepada yang buta dengan cara mengunyahnya, ada dengan cara melaburinya dan ada yang menyuntikannya ke dalam tubuh.

58. Sang buta akhirnya memperoleh penglihatan; mampu melihat matahari, bulan, bintang dan planet. Pulih kesadaran dari ketidaktahuan, ketakpedulian dan kekeraskepalaan dari apa yang dilakukan selama ini.

Saya tercekat membaca bagian ini. Mungkinkah SARVAVARNARASASTHANAN  ini merupakan obat rahasia,  elixir of life, kekuatan alam yang menjaga kita dari wabah bumi ini?

Masih teringat, bagaimana Presiden Jokowi memberikan tiga jamu herbal ke tiga penyintas pertama covid19 yang lalu. Kebijakan yang diajarkan ibunda beliau,  mungkin ini refleksi pengetahuan kuno yang masih bekerja pada alam bawah sadar. Jika demikian, peta jalan kita sudah jelas, darimana kita perlu memulai penjelajahan ini.

Takzim, Aliya Baturahzen (Taufik Rahzen).

MANDALAMAN PAWON

——————————————————————–

Taufik Rahzen adalah Dewan Pakar Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa Indonesia (MLKI), lahir di Sumbawa, menghabiskan masa remaja di Jember, menjajal bangku kuliah di Jogjakarta, selanjutnya menjejakkan kaki di Bandung dan Bali. separuh hidup dihabiskan dengan menziarahi tempat-tempat suci yang jauh: dari Baghdad, Yerusalem, Tibet, Ashram-Ashram di India, kuil-kuil di Jepang hingga mengkhidmati jejak masa silam yang agung di Athena. sekarang tinggal di Jakarta. Pernah menjabat sebagai Tenaga ahli dari Kementerian Pariwisata.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *