TATACARA PENGESAHAN PERKAWINAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME

 

DASAR PERKAWINAN

  1. Perkawinan Penghayat Kepercayaan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. (Bab I Pasal 2 UU Perkawinan No.1/1974)
  2. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Bab I Pasal 1 UU Perkawinan No.1/1974)
  3. Pada dasarnya Perkawinan Penghayat Kepercayaan adalah perkawinan monogami, yang dilakukan seorang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai. Seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri demikian pula seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami.
  4.   Kecuali apabila dalam kelompok/komunitas adat dari penghayat kepercayaan tersebut mengijinkan perkawinan poligami.

 

PIHAK PIHAK TERKAIT AGAR PERKAWINAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DINYATAKAN SAH SECARA HUKUM NEGARA R.I.

  1. Calon Pengantin Laki Laki & Perempuan
  2. Orangtua/Wali Calon Pengantin Laki Laki & Perempuan
  3. 2 (dua) orang Saksi
  4. Pemuka Penghayat Kepercayaan
  5. Petugas Pencatatan Sipil

 

PERSYARATAN & PROSEDUR UMUM

  1. Kedua calon pengantin adalah Penghayat Kepercayaan thd Tuhan YME,  dimana pada kolom agama di KTP dikosongkan.
  2. Memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah sesuai UU No 1 Th 1974 tentang Perkawinan dan peraturan pemerintah yg terkait.
  3. Melaksanakan Pengesahan Perkawinan yang disaksikan oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan Thd Tuhan YME dan  mendapatkan Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan.
  4. Mencatatkan Perkawinan ke Kantor/Petugas Catatan Sipil untuk mendapatkan Akta Perkawinan.

 

PROSEDUR ADMINISTRASI PERKAWINAN YANG DILAKSANAKAN OLEH MLKI / ORGANISASI KEPERCAYAAN

  1. Calon Pengantin membuat Surat Permohonan Pengesahan Perkawinan kepada Pemuka Penghayat Kepercayaan.
  2. Pemuka Penghayat Kepercayaan membuat Tanda Terima Surat Permohonan.
  3. Apabila Calon Pengantin membutuhkan bantuan untuk mengurus surat-surat di aparat terkait (RT/RW/Kelurahan),  maka Pengurus Daerah dapat membuatkan Surat Pengantar atau membantu menemani ke instansi tersebut.
  4. Pemuka Penghayat Kepercayaan melaporkan rencana perkawinan tersebut  kepada Pengurus Pusat dan meminta Nomor Surat Perkawinan, karena sistem penomoran surat perkawinan sebaiknya dibuat oleh Pengurus Pusat Organisasi.